Jakarta - Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan
Khusus (Eksus) Kombes Rahmad Sunanto mengakui pihaknya lamban dalam
menangani kasus korupsi dan pencucian yang melibatkan dua eks pegawai
pajak dan wajib pajak dari Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas
(SAIPK).
"Penyelidikan lama, hampir dua tahun karena berlaku
surut. Kasus ini sendiri sudah dilakukan sejak 2004 sampai 2007, kami
kesulitan mengumpulkan alat bukti," kata Rahmad di Gedung Humas Polri,
Jl Senjaya, Jakarta Selatan, Selasa (22/10/2013).
Selain itu,
tidak mudah untuk menyelidiki kasus dugaan penilapan pajak yang
dilakukan wajib pajak, karena ada beberapa prosedur birokrasi yang harus
dilalui. Termasuk izin dari Menteri Keuangan.
"Memang ada satu
hal administrasi dokumen yang kita minta ke Direktorat Pajak harus izin,
salah satunya itu. Jadi birokrasinya. Dan memang juga yang paling utama
kami belum mendapatkan alat bukti yang cukup," papar Rahmad.
"Dan
apalagi dinyatakan pailit, itu kan menyulitkan penyidik, kita merangkai
itu sehingga ini menjadi pembuktian suatu tindak pidana," imbuhnya.
Senin
(21/10/2013), sekitar pukul 05.30 WIB, Bareskrim Polri menangkap Denok
dan Toto di dua tempat terpisah di Jakarta Timur, Rawamangun dan Condet.
Polisi menahan keduanya atas tuduhan pelanggaran tindak pidana korupsi
dan pencucian uang. Selain menangkap dua pegawai pajak, polisi juga
menangkap seorang komisaris PT SAIPK, Berty.
Kasus bermula
ketika PPATK menemukan adanya transaksi tak wajar terhadap dua pegawai
pajak di lingkungan Kementerian Keuangan, 2010 lalu. Usut punya usut,
ternyata transaksi dengan total Rp 1,6 miliar itu merupakan hasil suap
dari pengurusan restitusi pajak PT SAIPK dari tahun 2004-2007 sebesar Rp
21 miliar. Kini ketiganya meringkuk di tahanan Bareskrim Polri, Jl
Trunojoyo, Jakarta.
Home » TIPS-TIPS NEWS » Ini Alasan Polri Mengapa Kasus Suap 2 Eks Pegawai Pajak Berjalan Lamban
Posting Komentar