Jakarta - TKI asal NTT Wilfrida Soik, terancam hukuman
mati dalam putusan sela di pengadilan Malaysia yang akan dijatuhkan pada
30 September. Anggota Komisi IX DPR Poempida Hidayatulloh mendesak
pemerintah tak hanya diam menunggu vonis mati itu.
"Masalah
seperti ini diperlukan diplomasi khusus, jika perlu dalam bentuk yang
keras sekali. Karena ini adalah tanggung jawab melindungi seluruh WNI di
mana pun mereka berada," kata anggota Komisi IX DPR Poempida
Hidayatulloh kepada dradioqucom, Jumat (20/9/2013).
Menurutnya, pemerintah Indonesia harus dapat menekan pemerintah Malaysia untuk memberikan grasi atau 'pardon' bagi Wilfrida.
"Faktanya,
Wilfrida adalah korban Human Trafficking, dia dipekerjakan dari sejak
di bawah umur. Artinya si majikan dan agennya harus juga diproses secara
hukum agar kemudian tidak terjadi ketimpangan hukum," papar politisi
Golkar itu.
"Jika memang kemudian, Pemerintah Malaysia tidak
mengindahkan masalah ketimpangan hukum, maka Malaysia tidak menghormati
prinsip-prinsip HAM," imbuhnya.
Ia menuturkan, yang juga dapat
dilakukan adalah diplomasi barter. Artinya Pemerintah RI meminta grasi
untuk Wilfrida, dengan dibarter oleh kasus hukum serupa yang melibatkan
masalah hukum warga negara Malaysia di Indonesia.
"Diplomasi yang
proaktif senantiasa dapat dilakukan oleh Pemerintah RI dengan
menggunakan berbagai sudut kepentingan," ucap Poempida.
Posting Komentar