Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali
memeriksa mantan Ketua Umum Partai Demokrat (PD), Anas Urbaningrum dalam kasus dugaan penerimaan
hadiah terkait pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di
Hambalang dan proyek-proyek lain.
Anas yang
telah ditahan di rumah tahanan KPK sejak 10 Januari lalu tidak berkomentar
mengenai kasusnya, namun hanya berbicara sedikit mengenai somasi yang diajukan
oleh kuasa hukum keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada aktivis
Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Sri Mulyono.
"Memang
ada somasi? Saya belum tahu persisnya, kalau yang lama saya pernah tahu Pak Sri
Mulyono disomasi, tapi saya kira tidak ada urgensinya somasi itu, masa rakyat
disomasi pemimpin?," kata Anas di gedung KPK Jakarta, Rabu.
Dalam
pemeriksaan kali ini, Anas juga didampingi oleh tim pengacaranya, Adnan Buyung
Nasution dan Firman Wijaya.
"Keberatan
saya adalah kalau diperiksa untuk Hambalang boleh, tapi kalau dan lain-lain
sebutkan yang lain-lain itu apa, jadi kita tahu perkembangannya bagaimana, bagi
saya ini sangat prinsipil, setiap warga negara dipanggil karena apa. Kalau
tidak, itu sudah melanggar hukum," ucap Adnan Buyung.
Sedangkan
Firman Wijaya mengatakan bahwa Anas pernah mengatakan mengenai harapannya agar
Presiden SBY mengantarkan anaknya Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas ke KPK,
agar juga diperiksa dalam kasus yang sama.
"Dia
(Anas) sempat mengatakan kalau dia jadi SBY, berharap malah mengantar Ibas ke
KPK, supaya 'clear' dari persoalan-persoalan yang sangat spekulatif, Anas minta
tidak ada 'special treatment', jangan ada upaya menghalangi seseorang yang mau
bersaksi dalam pemberantasan korupsi, siapapun itu," ungkap Firman.
Ibas yang
pada saat kongres pemilihan ketua umum Partai Demokrat di Bandung 2010 menjabat
sebagai "steering committee" (panitia pengarah) disebut oleh mantan
Wakil Direktur Keuangan Permai Group (perusahaan milik Nazaruddin), menerima
200 ribu dolar AS dari perusahaan tersebut untuk keperluan Kongres Partai
Demokrat.
Sudah banyak
pengurus partai Demokrat baik di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan Dewan Pimpinan
Cabang (DPC) maupun panitia kongres yang dipanggil KPK dalam kasus tersebut,
tapi nama Ibas belum pernah dipanggil.
Hari ini,
KPK juga menjadwalkan pemeriksaan anggota DPR RI Komisi VII Bidang Energi
Asfihani dalam kasus yang sama.
Anas
ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a
atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi
UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55
ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal
tersebut mengatur tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau
gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.
Dalam surat
dakwaan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora sekaligus
Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek Hambalang Deddy Kusdinar, Anas disebutkan
menerima Rp2,21 miliar dari proyek Hambalang untuk membantu pencalonan sebagai
ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 yang diberikan secara
bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010.
Uang itu
diserahkan ke Anas digunakan untuk keperluan kongres Partai Demokrat, antara
lain memabyar hotel dan membeli "blackberry" beserta kartunya, sewa
mobil bagi peserta kongres yang mendukung Anas, dan juga jamuan dan entertain.
Posting Komentar